SOLO CONVENTION AND EXHIBITION CENTER
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini, Indonesia sudah berkembang menjadi salah satu negara tujuan bisnis dan wisata. Hal itu dibuktikan dengan perolehan data dari Statistical Report onVisitor arrivals to Indonesia 2004–2006, yang menyebutkan bahwa kunjunganwisatawan mancanegara untuk pertemuan, insentif, konvensi dan pameran atau meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) mencapai 41,23% sementara untukwisatawan liburan 56,49% dan lainnya 2,28%.
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa perkembangan MICE di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat menggembirakan. Indonesia tak hanya kayaakan potensi wisata tapi juga potensi untuk dijadikan lahan bisnis komersial di bidang MICE.
Hal ini akan menjadi peluang besar bagi pebisnis dan pemerintah Indonesia untuk menggarapnya menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan. Dan bergeser ke Kota Solo, dari tahun ke tahun tingkat kunjungan wisatawan ke Solo semakin meningkat. Berdasarkan salah satu sumber dari media tabulasi nasional, tahun lalu, Solo menduduki peringkat 8 tujuan wisata nasional dan sekarang telah bergeser ke peringkat 4. selain itu pertumbuhan eknomi kota Solo dalam 5 tahun terakhir rata-rata 5.6% (Bappeda, Tk. II. 2007), dengan tingkat investasi tumbuh rata-rata 18% (BKPMD, 2007), pebisnis dan investor local/asing banyak melakukan kunjungan rata-rata 10/20 kali/orang/tahun (PHRI, APINDO, Surakarta,2007).
Selain dari sektor bisnis dan perdagangan potensi Solo dalam MICE di dukung dengan potensi seni budaya lokal. Di Solo ada dua keraton yang bisa menjadi tujuan turisme lokal dan internasional yang didukung oleh berbagai kesenian tradisional yang masih hidup. Ada berbagai tempat di Solo dan sekitarnya yang dulu menjadi tempat wisata yang bisa dibangun lagi, dan yang terpenting menurut perhitungan bisnis adalah biaya segala aktivitas itu bila diselenggarakan di Solo terhitung murah dibanding jika diselenggarakan di Jakarta atau Bali, dari tarif hotel sampai harga makanan, dari biaya transportasi sampai tiket rekreasi.
Mengamati perkembangan dan potensi Kota Solo dan sekitarnya yang sudah semakin marak, rasanya saat ini adalah saat yang tepat untuk diimplikasikannya suatu wacana dibangunnya sebuah convention centre yang standar internasional.
Sekarang banyak sekali diagendakan perhelatan besar yang bertaraf nasional dan juga internasional, yang tentu saja melibatkan banyak sekali peserta. Contohnya World Heritage Cities Conference & Expo (WHCCE), Solo Batik Carnival, Festival Pasar Kumandang, Munas Apeksi, SIEM, Bengawan Solo Fair, Borobudur Travel Mart dan Munas Apeksi.
Hal ini akan sangat disayangkan bila tidak didukung dengan fasilitas yang memadai, seperti ruangan yang besar dan nyaman dan perlengkapan audio visual yang memadai. Seperti dikemukakan Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda yang menyebut Solo minim fasilitas MICE, salah satunya ruang pertemuan berstandar internasional. Predikat Solo sebagai kota budaya dan pelajar tampaknya sekarang tengah berkembang menjadi kota bisnis, budaya dan wisata. Munculnya properti-properti baru seperti apartemen, kondotel dan juga hotel berskala internasional seperti Ibis, Solo Paragon, Centerpoint, Kusuma Mulia Tower serta Water World menjadi penanda yang cukup kuat bagi bangkitnya nadi perekonomian di Kota Solo.
Ini akan menjadi suatu kesempatan besar bagi masyarakat Solo untuk menggarap lahan ini menjadi peluang besar yang sangat profitable bahkan akan menaikkan pamor Kota Solo menjadi kota metropolis.
Hal ini bisa disikapi dengan dibangunnya suatu convention and exhibition centre yang besar dan lengkap, seperti halnya Jakarta Convention Centre yang pada tahun 2007 lalu mampu memfasilitasi 441 event dalam satu tahun, dapat dibayangkan berapa besar dampak yang akan kita dapatkan sebagai pelaku bisnis apabila terdapat event dengan jumlah yang sama dengan event tersebut. Gedung pertemuan di kota Solo saat ini hanya berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan resepsi dan pertemuan biasa, sementara pelaku bisnis lebih memilih menyelenggarakan meeting di restoran ataupun hotel. Hal ini disebabkan oleh desakan kebutuhan akomodasi yang serba praktis dan hemat waktu yang tentunya akan membuat gedung pertemuan di kota Solo terkesan kurang populer.
Wacana adanya Convention and Exhibition Centre yang ideal perlu didukung dengan adanya area yang besar, toilet yang memadai, AC, pencahayaan yang cukup, pasokan listrik dan cadangannya, telepon, kendaraan, fasilitas pemadam kebakaran, cargo dan lift serta eskalator bila diperlukan, pintu darurat, ruang sekretariat, panggung, ruang VIP, kafetaria, toko obat, klinik, dapur dan sebagainya.
Seperti halnya di Metro Toronto Kanada, terdapat convention centre yang sangat besar terdiri dari 64 meeting room, ballroom berkapasitas 3.330 orang dan juga dua ballroom yang berukuran lebih kecil. Namun selain wacana dibangunnya meeting room tersebut di atas, perlu didukung juga dengan adanya SDM berkualitas untuk mengelola, baik dari segi marketing, event organizer, security, service attendance hingga kateringnya. Karena perlu adanya kepastian akan kualitas managemen & operasional gedung secara keseluruhan dan juga konsistensi akan misi dari convention centre itu sendiri.
Saat ini apabila terdapat event yang melibatkan lebih dari 3.000 orang, pasti akan di tempatkan di Bali atau Jakarta. Padahal bisa dipastikan event semacam ini akan diadakan minimal enam kali dalam satu bulan, baik berskala nasional ataupun internasional. Tentu saja hal ini amat disayangkan, mengingat banyak sekali potensi daerah kita yang dapat ditampilkan baik dari segi budaya, keahlian ataupun kuliner.
Apabila convention centre ini dibangun, tentu akan terwujud pula peningkatan APBD, penurunan angka pengangguran serta kenaikan pendapatan masyarakat Kota Solo. Apabila dapat dilaksanakan setidaknya 10 event dalam setahun dengan GOP sekitar 40% pada setiap event dapat dipastikan dalam empat hingga enam tahun ke depannya biaya investasi akan segera didapatkan kembali. Untuk itu, Pemkot Solo hendaknya dapat merangkul investor handal yang mampu merealisasikan wacana tersebut.
Dengan dibangunnya convention centre seperti ini, niscaya perkembangan MICE di Kota Solo dengan sendirinya akan menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dan tentu dengan berkembangnya MICE tersebut akan mendorong laju perekonomian Solo, dan menciptakan atmosfer budaya baru, yaitu berkembangnya Solo tak hanya melulu menjadi kota budaya dan wisata tapi juga menjadi kota metropolitan. Solo akan menjadi pusat bisnis baru di Jawa Tengah dan menjadi nadi perekonomian di Indonesia.
Dengan melihat potensi kota, dan keterbatasan fasilitas konvensi yang tersedia di kota Surakarta (Solo), maka diperlukan suatu fasilitas yang mampu mewadahi berbagai kegiatan konvensi dan ekshibisi dengan segala fasilitas pendukungnya yang sangat memadai. Perencanaan bangunan Convention And Exhibition Center di Solo ini diharapkan dapat menjadi landmark kota Solo dengan menampilkan nuansa buya tradisional Solo sebagai citra dan karakter bangunan, dengan fleksibilitas ruang (kapasitas dapat menyesuaikan volume segala event, yang sangat fleksible, sehingga sangat mudah disetting menurut kebutuhan konsumen, dengan begitu harga lebih ekonomis). Selain itu melalui bangunan ini dapat menjadi jendela cakrawala budaya Solo bagi para pengunjung.
COMMENTARY :
Saya mendukung Perencanaan bangunan Convention And Exhibition Center di Solo ini karna sekarang Indonesia sudah mengembangkan tempat bisnis dan wisata yaitu di Solo Convention and Exhibition Center yang terlihat sekali pengembangan nya di bidang MICE, dari data statistic on visitor arrivals to Indonesia 2004-2006 MICE mencapai 41,23%.
Gedung pertemuan di Kota Solo saat ini hanya berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan resepsi dan pertemuan biasa, pelaku bisnis lebih memilih menyelenggarakan meeting di restoran ataupun hotel. Hal ini disebabkan oleh desakan kebutuhan akomodasi yang serba praktis dan hemat waktu namun tempat tersebut fasilitasnya penunjangnya kurang memadai yang terkesan kurang populer.
Di dalam perencanaan bangunan Convention and Exhibition Center di Solo dengan fasilitas penunjang yang representatif yang ditekankan untuk kepentingan bisnis dengan konsep ruang yang fleksibel menghadirkan nuansa tradisional Solo sebagai identitas budaya Kota Solo dan itu menjadi pusat bisnis baru di Jawa Tengah dan menjadi nadi perekonomian di Indonesia.
Solo Convention and Exhibition Center terus berkembang di Era Globalisasi sekarang, semakin bersaing di dalam bisnis. Khusus nya Kota Surakarta di Jawa Tengah semakin kembangkan nya Solo Convention and Exhibition Center. Kota Surakarta cenderung berkembang menjadi kota perdagangan juga termasuk pusat pertumbuhan Solo sebagai destinasi MICE dalam pertumbuhan ekonominya di solo dalam 5 tahun rata-rata 5,6%, Investasi tumbuh rata-rata 18% (BKPMD, 2007) pebisnis dan investor lokal/asing banyak melakukan kunjungan rata-rata 10-20 kali/orang/tahun (PHRI, APINDO Surakarta, 2007). Di Solo ada dua keraton yang bisa menjadi tujuan turisme lokal dan internasional yang didukung oleh berbagai kesenian tradisional yang masih hidup. Sekarang banyak sekali di selenggarakan perhelatan besar yang bertaraf nasional dan juga internasional (World Heritage Cities Conference & Expo (WHCCE), Solo Batik Carnival, Festival Pasar Kumandang, Munas Apeksi, SIEM, Bengawan Solo Fair, Borobudur Travel Mart dan Munas Apeksi).
0 komentar:
Posting Komentar
bagi ada yang bisa di koreksi mohon di koreksi